Sunday, May 25, 2008

Mungkin Sekali Saya Sendiri Juga Maling

Kita hampir paripurna jadi bangsa porak-poranda, terbungkuk dibebani hutang dan merayap melata sengsara di dunia. Penganggur 40 juta orang, anak-anak tak bisa bersekolah 11 juta murid, pecandu narkoba 6 juta anak muda, pengungsi perang saudara 1 juta orang, VCD koitus beredar 20 juta keping, kriminalitas merebak di setiap tikungan jalan dan beban hutang di bahu 1600 trilyun rupiahnya,

Pergelangan tangan dan kaki Indonesia diborgol di ruang tamu Kantor Pegadaian Jagat Raya, dan di punggung kita dicap sablon besar-besar Tahanan IMF dan Penunggak Bank Dunia. Kita sudah jadi bangsa kuli dan babu, menjual tenaga dengan upah paling murah sejagat raya.

Ketika TKW-TKI itu pergi lihatlah mereka bersukacita antri penuh harapan dan angan-angan di pelabuhan dan bandara, ketika pulang lihat mereka berdukacita karena majikan mungkir tidak membayar gaji, banyak yang disiksa malah diperkosa, dan pada jam pertama mendarat di negeri sendiri diperas pula,

Negeri kita tidak merdeka lagi, kita sudah jadi negeri jajahan kembali. Selamat datang dalam zaman kolonialisme baru, saudaraku. Dulu penjajah kita hanya satu Negara, kini penjajah multi-kolonialis banyak bangsa. Mereka berdasi sutra, ramah-tamah luar biasa dan banyak senyumnya. Makin banyak kita meminjam uang, mereka makin gembira karena leher kita makin mudah dipatahkannya.

Di negeri kita ini, prospek industri bagus sekali, Berbagai format perindustrian, sangat menjanjikan, begitu laporan penelitian. Nomor satu paling wahid, sangat tinggi dalam evaluasi, hari depannya penuh janji, adalah Industri Korupsi.

Apalagi di negeri kita lama sudah tidak jelas batas halal dan haram, ibarat membentang benang hitam di hutan kelam jam satu malam.

Bergerak ke kiri ketabrak copet, bergerak ke kanan kesenggol jambret, jalan di depan dikuasai maling, jalan di belakang penuh tukang peras, yang di atas tukang tindas. Untuk bisa bertahan berakal waras saja di Indonesia, sudah untung.

Penamaan koruptor sudah tidak menggigit lagi, istiah korupsi sudah pudar dalam arti. Lebih baik kita memakai istilah maling.

Lihatlah para maling itu kini mencuri secara berjamaah. Mereka bersaf-saf berdiri rapat, teratur berdisiplin dan betapa khusyu’. Begitu rapatnya mereka berdiri susah engkau menembusnya. Begitu sistematik prosedurnya tak mungkin engkau menggoncangnya. Begitu hebat kerjasamanya, mana bisa engkau menyabotnya. Begitu khusyu’nya, engkau kira mereka beribadah. Kemudian kita bertanya, mungkinkan ada maling yang istiqamah ?

Lihatlah jumlah mereka, berpuluh tahun lamanya , membentang dari depan sampai ke belakang, melimpah dari atas sampai ke bawah, tambah merambah panjang deretan ini saf jamaah. Jamaah ini lintas agama, lintas suku dan lintas jenis kelamin,

Bagaimana melawan maling yang mencuri secara berjamaah ? bagaimana menangkap maling yang prosedur pencuriannya malah dilindungi dari atas sampai ke bawah ? Dan yang melindungi mereka itu, ternyata, bagian juga dari yang pegang senjata dan yang memerintah. Bagaimana ini ?

Tangan kiri jamaah itu menandatangani disposisi MOU dan MUO (Mark Up Operation), tangan kanannya membuat yayasan beasiswa, asrama yatim piatu dan sekolahan.

Kaki kiri jamaah ini mengais-ngais upeti ke sana ke mari, kaki kanannya bersedekah, pergi umrah dan naik haji.

Otak Kirinya merancang prosentasi komisi dan pemotongan anggaran, otak kanannya berzakat harta, bertaubat nasuha dan memohonkan ampunan Tuhan.

Bagaimana caranya melawan maling begini yang mencuri secara berjamaah ? Jamaahnya kukuh seperti dinding kraton, tak mempan dihantam gempa dan banjir bandang, malahan mereka juru tafsir peraturan dan merancang undang-undang, penegak hukum sekaligus penggoyang hukum, berfungsi bergantian,

Bagaimana caranya memroses hukum maling-maling yang jumlahnya ratusan ribu, barangkala sekitar satu juta orang ini, cukup jadi sebuah negara mini, meliputi mereka yang pegang kendali perintah, eksekutif, legislatif, yudikatif dan dunia bisnis, yang pegang pestol dan mengendalikan meriam, yang berjas dan berdasi. Bagaimana Caranya ?

Mau diperiksa dan diusut secara hukum ?
Mau didudukkan di kursi tertuduh sidang pengadilan ?
Mau didatangkan saksi-saksi yang bebas dari ancaman ?
Hakim dan jaksa yang bersih dari penyuapan ?
Percuma.
Seratus Tahun pengadilan, setiap hari 8 jam dijadwalkan,
InsyaAllah tak akan terselesaikan.

Jadi, Saudaraku, Bagaimana caranya ? Bagaimana caranya supaya mereka mau dibujuk, dibujuk, dibujuk agar bersedia mengembalikan jarahan yang berpuluh tahun, dan turun temurun sudah mereka kumpulkan. Kita Doakan Allah membuka hati mereka, terutama karena terbanyak dari mereka orang yang shalat juga, orang yang berpuasa juga, orang yang berhaji juga. Kita bujuk baik-baik dan kita doakan mereka.

Celakanya, jika di antara jamaah maling itu ada keluarga kita, ada hubungan darah atau teman sekolah, maka kita cenderung tutup mata, tak sampai hati menegurnya,

Celakanya, bila diantara jamaah maling itu ada orang partai kita, orang seagama atau sedaerah, kita cenderung menutup-nutupi fakta, lalu dimakruh-makruhkan dan diam-diam berharap semoga kita mendapatkan cipratan harta tanpa ketahuan,

Maling-maling ini adalah anai-anai dan rayap sejati. Dan lihat kini jendala dan pintu rumah Indonesia dimakan rayap. Kayu kosen, tiang, kasau, jeriau rumah Indonesia dimakan anai-anai. Dinding, langit-langit, lantai rumah Indonesia digerogoti rayap. Tempat tidur, lemari, meja kursi, sofa, televisi rumah Indonesia dijarah anai-anai. Pagar pekarangan, bahkan fondasi dan atap rumah Indonesia sudah mulai habis dikunyah-kunyah rayap. Rumah Indonesia menunggu waktu, masa rubuhnya yang sempurna,

Aku berdiri di pekarangan, terpana menyaksikannya.
Tiba-tiba datang serombongan anak muda dari kampung sekitar.
”Ini dia Rayapnya! Ini dia Anai-anainya!” teriak mereka.
“Bukan. Saya bukan Rayap, bukan!” bantahku.

Mereka berteriak terus dan mendekatiku dengan sikap mengancam.
Aku melarikan diri kencang-kencang.
Mereka mengejarku lebih kencang lagi.
Mereka menangkapku.
”Ambil bensin!” teriak seseorang.
Mereka menyambar jerigen bensin.
”Bakar Rayap!” teriak mereka bersama.
Bensin berserakan dituangkan ke kepala dan badanku.
Seseorang memantik korek api.
Aku dibakar.
Bau kawanan rayap hangus.
Membumbung
Ke Udara.


Senin, 1 Desember 2003, 16.00
Taufiq Ismail

Sunday, May 18, 2008

Exotic Borneo

Exotic Borneo